Kembali
image
Keislaman

Integritas Kejujuran

3 tahun yang lalu ● Dibaca 596x

Dikisahkan oleh Abdullah bin Amir ra, “Suatu saat Rasulullah Muhammad Saw. duduk di depan rumah kami dan ibuku memanggilku, ‘Hai anakku, kemarilah aku akan memeberimu sesuatu.’ Maka Rasulullah Saw. bertanya kepada ibuku’Apa yang ingin engkau berikan kepadanya?’ Ya Rasulullah, aku ingin memberi putraku sebutir kurma (tsamron). Maka, Rasulullah SAW menyampaikan kepada ibuku, ’Seandainya engkau memanggil anakmu dan engkau tidak memberi seperti yang engkau katakan itu, maka dicatat oleh Allah itu sebagai kebohongan atau dusta” (HR Abu Dawud dan Baihaqi).

Modalitas utama meraih kesuksesan hidup seseorang dibangun dari perilaku kejujuran di semua sendi dan lini kehidupan. Budaya pembiasaan kejujuran dimulai dari yang terkecil hingga yang paling besar. Siapakah  yang berperan mengantarkan karakter kejujuran? Itu adalah keluarga. Dari hadis di atas, kita lihat betapa pentingnya kiprah sebuah keluarga. Keluarga adalah bagian terkecil masyarakat sekaligus berperan sebagai piramida emas sistem pendidikan selain sekolah dan masyarakat.

Rasulullah Saw. sukses dipercaya mengelola bisnis perdagangan Khadijah arena beliau mampu menunaikan tugas itu dengan penuh kejujuran dan amanah sekali sehingga mendapat keuntungan yang begitu besar. Kejujuran inilah yang memikat Ibu Khodijah tertarik untuk meminang dan diperistri oleh Rasulullah Muhammad SAW, padahal saat itu banyak tokoh hartawan kafir Quraisy yang ingin mempersunting beliau tetapi ditolak dengan halus oleh Ibu Khadijah al-Kubro.

Peristiwa besar ketika terjadi renovasi Ka’bah, yang saat itu hampir terjadi pertumpahan darah antar suku dan Kabilah. Masalah utama muncul siapa di antara kabilah dan suku yang berhak meletakkan kembali posisi Hajar Aswad.

Salah seorang dari mereka mengusulkan, yaitu Ayah Umayyah bin Mughiroh al-Makhzumi, memberikan pandangan kepada mereka. Siapa di antara mereka yang memasuki pertama pintu Ka’bah, maka dialah yang berhak meletakkan Hajar Aswad. Ketika mengetahui bahwa yang pertama memasuki adalah Muhammad, para Kabilah berkata “Dia Muhammad al-amin (Orang yang amanah, jujur, dan terpercaya). Kami rela Muhammad yang memutuskan. Dengan sehelei selendang yang dibentangkan oleh Nabi Muhammad dan Hajar Aswad diletakkan di tengahnya dan meminta kepada para pemuka suku dan kabilah memegang ujung-ujungnya diangkat bersama-sama setelah sampai pada tempatnya, baru Rasulullah SAW mengambil Hajar Aswad dan meletakkan ke tempat semula. Keputusan itu menjadi yang terbaik dan bisa diterima oleh para kabilah.

Kata ”Jujur” terdiri atas lima huruf yang pendek sekali, tapi memiliki dampak perubahan besar bagi kehidupan seseorang.

Thomas J. Stanlley, Ph.D. dalam surveinya memercayai 10 faktor utama yang berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang, yang nomor satu adalah jujur.

Dalam keluarga, orang tua berkewajiban menanamkan pembiasaan jujur mulai dari bangun pagi hingga mau tidur malam kembali. Bisa melalui pergaulan sehari-hari, bagaimanaberkomunikasi ataupundalam bentuk prilaku yang berkaitan dengan ibadah, serta muamalah sehari-hari.

Di sekolah, para guru senantiasa meyakinkan dan menguatkan karakter nilai-nilai kejujuran dari semua aspek pembelajaran. Sebuah contoh ketika seorang siswa telah terbiasa mengerjakan ujian secara mandiri tanpa diawasi dengan penekanan bahwa hanya Allah semata yang mengawasi seluruh gerak-gerik kita. Maka, pembiasaan ini perlu dukungan sebuah sistem pendidikan.

Kejujuran tidak hanya semata diikrarkan melalui integritas kejujuran bersama, melainkan butuh kerja nyata. Apa pentingnya bila ikrar bersama yang hanya terkesan formalitas belaka sementara dalam praktik sering dihantui merasa kasihan atas ketidakmampuan siswa, solidaritas antarguru dan sekolah untuk menaikkan pamor atau grade, bahkan takut kehilangan kedudukan bila sekolah gagal. Hal inilah jusru yang memorak-porandakan nilai kejujuran yang selamaini ditanamkan kepada peserta didik. (Drs. H. Subiyanto)