Kembali
image
Keislaman

Percaya Qadha’ dan Qadar

2 tahun yang lalu ● Dibaca 2030x

Salah satu rukun iman adalah percaya qadha’ dan qadar. Artinya, iman setiap kaum muslimin sah jika memenuhi syarat di antaranya beriman terhadap qadha’ dan qadar.

Apa yang dimaksud qadha’ dan qadar? Di dalam pemahaman masyarakat umum, kedua kalimat tersebut diartikan sama, yaitu ketentuan atau kepastian Allah bagi makhluk-Nya. 

Menurut ulama mutakallimin, kedua qadha’ dan qadar mengandung pengertian yang berbeda-beda. Qadha’ menurut ulama Asy’ariyyah adalah kehendak Allah atas sesuatu pada azali untuk sebuah realitas pada saat sesuatu di luar azali kelak. Sementara qadar menurut mereka adalah penciptaan (realisasi) Allah atas sesuatu pada kadar tertentu sesuai dengan kehendak-Nya pada azali.

Syekh M. Nawawi Banten memberikan contoh konkret qadha’ dan qadar menurut kelompok Asyariyyah. Qadha adalah putusan Allah pada azali bahwa kelak kita akan menjadi apa. Sementara qadar adalah realisasi Allah atas qadha terhadap diri kita sesuai kehendak-Nya.

Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah qadha’ merupakan sesuatu yang ghaib. Oleh karena itu, dalam tradisi (menurut) ahlussunnah wal jamaah keyakinan kita atas qadha’ dan qadar itu tidak boleh menjadi alasan kita untuk bersikap pasif.

Justru hal itu mendorong kita untuk melakukan ikhtiar dan upaya-upaya manusiawi serta mendayagunakan secara maksimal potensi yang Allah anugerahkan kepada manusia sambil tetap bersandar memohon inayah-Nya.

Kita tidak boleh salah menyikapi qadha’ dan qadar artinya benar bahwa Allah memang memastikan apa yang akan terjadi namun kepastian tersebut bersifat ikhtiyari, yakni manusia bisa mengusahakan bahwa kepastian itu akan berubah seperti yang kita inginkan, Allah sudah menginformasikan akan hal ini dalam Alquran yang maknanya ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah kondisi kita menjadi baik jika kita tidak berbuat ke arah perubahan baik tersebut”. Itu sebabnya, kita harus belajar, kita bekerja, kita berolahraga, kita berobat, kita juga berhati-hati di jalan, kita juga berteduh jika ada hujan, dan seterusnya. Semua itu dalam rangka agar tidak menimpa kepada kita sesuatu kondisi yang tidak baik.

Usaha-usaha tersebut justru seruan Allah kepada kita. Maka, artinya qadha’ dan qadar ini justru memotivasi kita untuk berbuat menjadi manusia terbaik atau ahsanu amalan dan Allah menjamin bahwa manusia yang ahsanu amalan sebagai manusia terbaik. Maka, semua kepastian Allah akhirnya kembali kepada kita semua sebagai penentunya, kecuali kepastian atau takdir tentang kematian, ia adalah bersifat mubrom atau mutlak terjadi.

Firman Allah di atas dimaksudkan jangan sampai ada insan yang berperilaku dan menyikapi salah terhadap adanya qadha’ dan qadar ini. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari takdir ini dan semoga Allah memberkahi kita semua. (Drs. KH. Ali Muaffa, M. Ag)