Kembali
image
Keislaman

Rasa Kecewa

2 tahun yang lalu ● Dibaca 469x

Sungguh betapa banyak orang yang merasa kecewa. Kekecewaan akan menimpa siapa saja, orang kaya atau miskin, tua atau muda, pekerja atau pengangguran, orang tua atau anak-anak, sepasang suami istri, orang sehat atau sakit, bahkan orang menang dan kalah keduanya pun bisa ditimpa kekecewaan. 

Setiap orang yang merasa kecewa karena harapan yang ditetapkan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang diterima. Antara harapan dan kenyataan atau hasil, jaraknya sungguh jauh, bisa karena waktu, keadaan, rentang hubungan atau panjangnya kalimat yang mengantarai. 

Harapan berada pada masa akan datang tetapi ditetapkan pada masa sekarang. Sedangkan kenyataan atau hasil berada hanya pada masa sekarang yang sekaligus menjadi akhir dari masa sesudah penetapan harapan. Masa ketika harapan ditetapkan dan harapan diperoleh melewati masa yang panjang, dimana dalam setiap bagian dari masa yang dilewati memungkinkan terjadinya penyimpangan dan pembelokan sehingga kekecewaan itu muncul.

Bila demikian, akankah kita punya harapan, bila pasti saat harapan itu sampai pada realisasinya tidak sama dengan ketetapan sebelumnya? Padahal, bagaimana seseorang dapat menjalani hidup bila tanpa harapan? 

Bila kita renungkan terkadang memang aneh dan bisa jadi tidak habis pikir, bagaimana ini bisa terjadi pada manusia bila orang tidak ingin kecewa tidak perlu punya harapan, tetapi bila ingin tetap hidup seorang manusia harus punya harapan. 

Maka harapan yang tetap ”dipelihara” akan menjaga kita agar tetap hidup, karena setiap munculnya kekecewaan sungguh akan memberi peluang munculnya secercah harapan, dan adanya harapan inilah yang dapat mengobati kekecewaan yang menimpa dirinya. Tidak memunculkan harapan pada saat datangnya rasa kecewa, hanya akan memperpanjang dan memperberat pedihnya hati dirajam oleh rasa kecewa. Jadi harapanlah yang membuat hidup kita terus berlangsung.

Bila kita dikecewakan pada harapan pertama, maka segera memunculkan harapan kedua. Bila kita dikecewakan pada kesempatan pertama, maka tuangkan harapan pada kesempatan berikutnya. Begitu seterusnya sehingga tidak sedikit pun ada celah yang menganga tanpa tertutupi oleh adanya suatu harapan.

Demikian pula halnya seseorang yang tertimpa rasa kecewa pada pagi ini, segera tuangkan harapan untuk siang hari. Bila seorang anak kecewa pada orang tuanya hari ini, maka segera ikatkan harapan untuk esok hari. Demikian pula halnya bila seorang suami kecewa masakan istri siang ini, maka katakan harapan untuk masakan malam nanti, jangan sedikitpun memberi kesempatan rasa kecewa yang muncul berhenti apalagi bersarang dalam lubuk hati hingga merusak ketentraman kita.

Dan harapan terbesar kita adalah masuk dalam surga Allah dan bertemu dengan-Nya, yang untuk itu kita harus menelan beragam kekecewaan. Setiap kekecewaan akan dapat menggagalkannya. Karena itu, berbuatlah baik terus-menerus sebagai bukti bahwa harapan- harapan kecil itu satu demi satu dapat diraih hingga dapat mengantarkan kita mencapai harapan terbesar itu. Insya Allah. (​​Ust. Mim Saiful Hadi)